Rabu, 02 Desember 2009

Bunda, Selamat Hari Ibu

January 5th, 2007 by la-bou, (reposting)

Begitu jauh jarak antara kita, bunda.

Kasih sayangmu terasa erat terkirimkan.
Jika saja duniamu tak terjangaku, ingin kumengajakmu kesini belayar
menikmati samudera puisi yang terlahirkan hanya untukmu.

Masih teringat saat aku kecil dan sakit.
kau menyemangatiku untuk makan, sementara lidahku pahit teramat sangat.

Hingga aku muntah karena tak kuasa memakannya.
reaksimu? hanya tersenyum dan membelaiku mesra dan tulus.

Membuatkanku jamu, meng-creambathku dengan ramuan cinta, dan
membisikkan ayat2 suci ke telingaku. sembuhlah anakku sayang…

Kau membelaku saat aku dimarahi ayah.

Kau mendekapku hangat saat aku kedinginan.
Tak terhitung jasa dan limpahan kasih sayangmu tercurahkan hanya
untukku.

Bunda… aku ingin memohon maaf kepadamu.
Karena aku tak bisa berbagi kebahagiaan bersamamu.
Karena aku pernah membuatmu marah. bunda mungkin masih ingat, suatu hari aku pernah membanting ember di depanmu. perkaranya sangat sepele. Hanya karena aku tertidur dan engkau membangunkanku untuk membantu mengangkat jemuran padi.
pada saat itu, entah setan apa yang ada dalam pikiranku. aku
membanting ember sekencang-kencangnya. dan kulihat roman mukamu berubah. Kau tidak marah, malah mengurut dada. kau terlihat shock. Anakmu yang selama ini kau banggakan mengapa begitu mengecewakanmu.
Kau terlihat sangat kecewa… kecewa sekali, bubda. aku menangis. aku merasa berdosa. Kau terus bertanya mengapa aku bisa begitu.
aku diam tak bisa berbicara dan menjawab apa-apa. hatiku menangis. Aku merasa menjadi malin kundang. bahkan lebih. aku menangis dan memohon. Bunda jangan kutuk aku, jangan marahi aku, ampuni aku, aku khilaf, Bunda… suara hatiku kian melemah saat itukau terdiam mungkin masih shock.
andaikan kau tahu puisi gibran yang mengatakan bahwa "anakmu bukan anakmu tetapi anak kehidupan…" mungkin kau akan membenarkan puisi itu untuk saat itu. Tapi aku benar-benar khilaf bunda. aku tetap anakmu bukan anak kehidupan atau anak siapapun.
maafkan aku anakmu…

Bunda, saat aku dewasa, aku memang sangat jarang menciumimu. begitupun engkau.
Karena mungkin itu bukan tradisi kita. hanya beberapa kali saja yg ku
ingat. Tapi saat aku kecil kau selalu menciumku, memukul pantatku dengan lembut, membacakan dongeng untukku, memandikanku, dan banyak hal lainnya. Tapi ciuman sayangmu masih terasa sampai hari ini. Saat dicium pacarkupun, ciumanmu tetap terasa lebih indah dan dalam. Ciuman kasihmu terasa menyentuh terutama saat aku pamit padamu untuk yang terakhir. Memang terasa aneh mungkin karena aku tak terbiasa, tapi selalu ingin aku nikmati kembali. Dekapan hangatmu, belaian rambutku, begitu teduh. terkadang aku ingin menjadi anak-anak kembali karena aku masih merindukannya. tapi, tanpa ciumanmu pun pancaran kasih sayangmu kurasakan tiada tara

Bunda, hari ini adalah harimu… walau begitu setiap hari aku
memuliakanmu. Mendoakanmu, menghayalkan kasih sayangmu, bahkan sampai terlelap.

Bunda, selamat hari ibu….
Semoga kau dan ayah tenang dan bahagia di sana, ..
Doaku selalu bersama kalian…
Disetiap detak nafasku..
Selamanya…